Sekda Aceh: Dayah Adalah Pionir Lahirnya Komitmen Cinta Tanah Air

- 24 Oktober 2023, 15:24 WIB
Sekda Aceh, Bustami Hamzah, menjadi Inspektur upacara pada HSN 2023 di Dayah Terpadu Insfafuddin, Banda Aceh. Selasa (24/10/2023)
Sekda Aceh, Bustami Hamzah, menjadi Inspektur upacara pada HSN 2023 di Dayah Terpadu Insfafuddin, Banda Aceh. Selasa (24/10/2023) /

Kilasaceh.com - Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh Bustami Hamzah, menjadi Inspektur upacara pada Peringatan Hari Santri Nasional Tahun (HSN) 2023, yang dipusatkan di Dayah Terpadu Insfafuddin Selasa (24/10/2023) pagi.

Dalam sambutannya, Bustami, menyampaikan bahwa dayah atau pesantren adalah pionir yang telah melahirkan komitmen santri untuk mencintai tanah air dengan senantiasa berpegang teguh pada kaidah kecintaan kepada tanah air.

“Di Indonesia, Dayah atau pesantren merupakan pionir yang telah menginisiasi lahirnya kecintaan terhadap tanah air. Hal ini dikarenakan para pimpinan dayah dan santri selalu berpegang teguh pada kaidah ‘Hubbul Wathan Minal Iman’ atau Cinta Tanah Air Sebagian dari Iman,” ujar Sekda.

Komitmen tersebut, sambung Sekda, masih terus berkobar hingga kini. Oleh sebab itu, Presiden Joko Widodo melalui Keppres Nomor 22 Tahun 2015, telah menetapkan Hari Santri Nasional jatuh pada tanggal 22 Oktober, sebagai bentuk penghormatan atas peran penting santri bagi Republik Indonesia.

“Penetapan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional ini merujuk pada Resolusi Jihad 1945, yang lahir dari fatwa ulama, tentang kewajiban berjihad demi kemerdekaan Indonesia. Peristiwa heroik 10 November 1945, yang kini kita kenang sebagai Hari Pahlawan, bermula dari revolusi ini,” ungkap Bustami.

Untuk diketahui bersama, tahun ini peringatan Hari Santri Nasional mengangkat tema ‘Jihad Santri Jayakan Negeri.” Sekda menjelaskan, Jihad yang dimaksud bukanlah pertempuran fisik mengangkat senjata, melainkan semangat perjuangan intelektual, dalam membantu umat menyelesaikan problematika kehidupan.

Dalam amanatnya, Sekda juga mengajak para pimpinan Dayah dan para santri untuk selalu bersyukur, karena hingga saat ini para santri terus menjadi garda terdepan dalam jihad intelektual melawan ketidakpahaman, kebodohan dan ketertinggalan, karena dalam tradisi Islam, jihad intelektual adalah cara untuk membela nilai-nilai keadilan, perdamaian, dan pengetahuan.

“Santri, dengan kitab sebagai senjata dan pena sebagai tongkat kebijaksanaan, adalah teladan dalam menjalani jihad ini. Mereka memperdalam ilmu dan menyebarkan cahaya pengetahuan ke berbagai penjuru dunia. Mereka adalah pejuang ilmu pengetahuan yang tak kenal lelah, menjadikan ilmu dan kebijaksanaan sebagai senjata utama,” kata Sekda.

Bustami menambahkan, para santri juga telah terbiasa diajarkan tentang khidmah atau pengabdian, inti dari loyalitas yang dibingkai dalam paradigma etika agama dan kebutuhan sosial. Sehingga pada akhirnya, prinsip maslahat untuk kepentingan umum telah menjadi pedoman yang tak bisa ditawar lagi.

Pesantren atau dayah, lanjut Bustami, sebagai lembaga pendidikan Islam tempat para santri bernaung, sangat berkontribusi besar dalam sejarah perjuangan dan berdirinya bangsa Indonesia.

Halaman:

Editor: Kutar Maulana


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah