Lebih Satu Tahun Setelah Disahkan, Omnibus Law Omnibus Law Masih Dipertanyakan: Bagaimana Nasib Pekerja?

- 2 Mei 2024, 08:00 WIB
Sejumlah buruh menggelar aksi dalam memperingati Hari Buruh Internasional atau May Day tahun 2024 yang digelar di kantor DPRA dan Simpang Lima Kota Banda Aceh, Rabu, 1 Mei 2024
Sejumlah buruh menggelar aksi dalam memperingati Hari Buruh Internasional atau May Day tahun 2024 yang digelar di kantor DPRA dan Simpang Lima Kota Banda Aceh, Rabu, 1 Mei 2024 /Ist/

Kilasaceh.com - Sejak diumumkan pertama kali oleh Presiden Joko Widodo pada Oktober 2019, Omnibus Law RUU Cipta Kerja telah menjadi subjek utama perdebatan di Indonesia. Lebih dari setahun berlalu sejak disahkannya pada Oktober 2020, tetapi kontroversi dan perdebatan seputar dampaknya masih membara, terutama terkait dengan kesejahteraan pekerja.

Omnibus Law merupakan langkah reformasi besar yang diharapkan dapat meningkatkan iklim investasi, merangsang pertumbuhan ekonomi, dan menciptakan lapangan kerja baru. Namun, di balik tujuan mulia tersebut, banyak yang menyuarakan keprihatinan atas potensi ancaman terhadap hak dan kesejahteraan pekerja.

Omnibus Law RUU Cipta Kerja: Reformasi atau Ancaman Bagi Pekerja? Sorotan dari Bab IV Ketenagakerjaan

Salah satu aspek yang paling menonjol dari Omnibus Law adalah dampaknya terhadap ketenagakerjaan. Bab IV tentang Ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja menjadi pusat perhatian, dengan beberapa pasal yang menuai kritik tajam dari berbagai kalangan. Di antaranya adalah penghapusan aturan mengenai jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), pemangkasan hak-hak pekerja terkait hari libur, perubahan aturan pengupahan, dan penghapusan hak memohon pemutusan hubungan kerja (PHK).

Penghapusan aturan PKWT, yang sebelumnya memberikan perlindungan terhadap pekerja kontrak dengan batasan waktu tertentu, meninggalkan ketidakpastian bagi nasib mereka. Pasal 59 UU Cipta Kerja memberikan keleluasaan bagi pengusaha untuk menentukan jenis, sifat, dan jangka waktu perjanjian kerja tanpa batas. Hal ini memicu kekhawatiran akan meningkatnya penyalahgunaan oleh pengusaha dalam mempertahankan status pekerja kontrak tanpa batas, tanpa menjamin kepastian kerja bagi pekerja.

Kontroversi Pasal-Pasal Omnibus Law: Apa Dampaknya Terhadap Kesejahteraan Pekerja?

Pemangkasan hak-hak pekerja terkait hari libur, seperti yang diatur dalam Pasal 79 UU Cipta Kerja, juga menimbulkan kekhawatiran akan beban kerja yang semakin berat tanpa kompensasi yang setara. Penghapusan kewajiban perusahaan memberikan istirahat panjang bagi pekerja yang telah bekerja selama enam tahun berturut-turut juga menjadi sorotan, mengingat pentingnya istirahat yang memadai bagi kesejahteraan fisik dan mental pekerja.

Perubahan aturan pengupahan, seperti yang tercantum dalam Pasal 88, mengurangi jumlah kebijakan yang sebelumnya ada, meninggalkan pekerja dengan perlindungan yang lebih minim. Penghapusan beberapa kebijakan terkait pengupahan, seperti upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerja dan upah untuk pembayaran pesangon, memunculkan kekhawatiran akan penurunan perlindungan dan kesejahteraan pekerja.

Namun, yang paling kontroversial adalah penghapusan hak memohon PHK, seperti yang diatur dalam Pasal 169 UU Ketenagakerjaan. Hak ini memberikan perlindungan kepada pekerja dalam kasus-kasus ketidakadilan atau penyalahgunaan oleh perusahaan. Penghapusan hak ini meninggalkan pekerja tanpa perlindungan yang memadai terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak adil atau sewenang-wenang.

Di tengah perdebatan yang memanas, pendukung Omnibus Law berargumen bahwa langkah-langkah reformasi ini diperlukan untuk meningkatkan iklim investasi dan menciptakan lapangan kerja baru. Deregulasi yang diusulkan diharapkan dapat mempercepat proses birokrasi dan memudahkan investasi asing, yang pada gilirannya diharapkan akan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Namun, penentang Omnibus Law mengkritik bahwa langkah-langkah reformasi ini mengorbankan hak dan kesejahteraan pekerja demi kepentingan ekonomi dan bisnis. Mereka memperingatkan bahwa deregulasi yang terlalu jauh dapat membuka pintu bagi eksploitasi tenaga kerja dan penurunan standar perlindungan sosial.

Halaman:

Editor: Anshori


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah