Peringatan Krisis Air: World Water Forum ke-10 Siap Digelar di Bali

- 2 April 2024, 13:55 WIB
Dwikorita Ratnawati dalam Konperensi Pers WWF 2024, Senin (01/04/2024).
Dwikorita Ratnawati dalam Konperensi Pers WWF 2024, Senin (01/04/2024). /Infopublik/

Kilasaceh.com - Krisis air telah menjadi ancaman nyata yang menggugah perhatian seluruh dunia. Dwikorita Karnawati, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), dengan tegas mendorong agar pertemuan World Water Forum (WWF) ke-10 yang akan digelar di Bali pada 18 hingga 25 Mei mendatang menjadi tonggak penting dalam mencari solusi bersama mengatasi persoalan ini.

Dwikorita Karnawati Mendorong Diskusi Terbuka di World Water Forum: Solusi untuk Krisis Air

Dalam Forum Merdeka Barat 9 (FMB) dengan tema ‘Kolaborasi Tangguh Atasi Tantangan Perubahan Iklim’, Dwikorita menegaskan bahwa keadilan, ketersediaan, dan kualitas air masih belum terjamin secara merata baik secara global maupun regional. Hal ini membutuhkan kolaborasi dan langkah-langkah konkret untuk mengatasi krisis yang semakin mengkhawatirkan ini.

Salah satu penyebab utama dari krisis air adalah peningkatan emisi gas rumah kaca yang berdampak pada pemanasan global dan perubahan iklim. Dampaknya tidak hanya terbatas pada krisis air, tetapi juga berpotensi memicu krisis pangan dan energi. Hal ini menjadi peringatan bahwa perlunya tindakan cepat dan kolaboratif dari seluruh negara di dunia.

Dwikorita juga menggarisbawahi bahwa meningkatnya frekuensi, intensitas, dan durasi kejadian bencana hidrometeorologi menjadi salah satu masalah serius yang harus dihadapi. Berdasarkan data World Meteorological Organization (WMO), BMKG memproyeksikan akan terjadi hotspot air atau daerah kekeringan di berbagai negara dalam beberapa tahun ke depan.

“Artinya akan banyak tempat yang mengalami kekeringan, baik di negara maju maupun berkembang. Baik Amerika, Afrika, dan negara lainnya sama saja [terdampak],” kata Dwikorita.

Namun demikian, tidak hanya kekeringan yang menjadi ancaman. Terdapat juga daerah-di dunia yang mengalami debit air sungai melampaui normal atau surplus yang berujung pada kebanjiran. Kondisi ini adalah bukti nyata bahwa perubahan iklim telah terjadi di seluruh dunia dan membutuhkan upaya mitigasi bersama.

Meskipun Indonesia saat ini belum terdeteksi mengalami hotspot air secara global, namun pernyataan ini tidak mengurangi fakta bahwa kekeringan masih merupakan masalah lokal yang harus ditangani dengan serius. Dwikorita memperingatkan bahwa jika tidak ada tindakan mitigasi yang cukup, Indonesia berisiko menghadapi krisis pangan pada tahun 2045-2050, saat negara ini memasuki masa emas.

FAO Memperingatkan Krisis Pangan Global: Keterkaitan dengan Krisis Air

Food and Agriculture Organization (FAO) bahkan telah memproyeksikan bahwa pada tahun-tahun tersebut, krisis pangan akan menimpa hampir seluruh negara di dunia. Tidak hanya itu, sekitar 500 juta petani skala kecil yang memproduksi 80 persen sumber pangan dunia menjadi pihak yang paling rentan terhadap perubahan iklim.

“Cuaca ekstrem, iklim ekstrem, dan kejadian terkait air lainnya telah menyebabkan 11.778 kejadian bencana dalam kurun waktu 1970 hingga 2021,” tandasnya. Senin, 1 April 2024.

Halaman:

Editor: Anshori


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah