OPINI - Hari Pendidikan, Momentum Mengatasi Ketertinggalan

- 2 Mei 2024, 09:00 WIB
Alif Alqausar, Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Ar-Raniry Banda Aceh
Alif Alqausar, Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Ar-Raniry Banda Aceh /Ist/

Kilasaceh.com - Setiap 2 Mei bangsa Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional, berlandaskan hari kelahiran bapak pendidikan nasional Ki Hajar Dewantara. Ia adalah representasi tokoh bangsa yang berjuang di bidang  pendidikan sebagai benih harapan kebangkitan jiwa merdeka.

Dalam pandangan Ki Hajar, pendidikan sebagai benih harapan itu tidak dikembangkan dalam jiwa seseorang dengan menabur benih dari luar secara tanam paksa, melainkan dengan jalan menumbuhkan benih-benih yang ada dalam manusia sendiri. Artinya,  kerja mendidik bukanlah  “mengajar” (instruction) melainkan menuntun. Karena potensi peserta didik berbeda-beda, proses pendidikan juga jangan sampai menghilangkan bakat bawaan seseorang karena penyeragaman kurikulum pendidikan. Harus memberi ruang untuk menuntun peserta didik secara individu untuk menggali potensi dirinya.

Dalam pengertian ini, tujuan pendidikan bagi Ki Hajar sebenarnya bukan untuk mengubah atau menyeragamkan pikiran dan dan perilaku peserta didik, melainkan untuk membantu peserta didik mencapai kemerdekaannya dalam berpikir dan bersikap sesuai dengan kodrat baik pada setiap individu. Manusia merdeka dalam bayangan Ki Hajar adalah manusia mandiri dengan tiga sifat; berdiri sendiri, tak bergantung pada orang lain, dan bisa mengatur diri sendiri. Meski demikian, pribadi mandiri yang dikehendaki yaitu yang bisa menempatkan keistimewaan dan kapabilitas dirinya untuk kepentingan bersama, bukan manusia yang bersifat individualistis.

Menurut definisi UNESCO, pendidikan adalah “the process facilitating learning or the acquisition of knowlodge, skills, values, beliefs and habits” (proses memudahkan pembelajaran atau pemerolehan pengetahuan , keterampilan, nilai, keyakinan, dan kebiasaaan).

Pendidikan semestinya menjadi wadah untuk memfasilitasi peserta didik dalam belajar. Dalam pengertian ini peserta didik memiliki kebebasan dan kemerdekaan dalam metode ia belajar dan apa yang dipelajari. Sekolah atau guru hanya sebagai fasilitator.

Dengan begitu, selain mengajar, guru harus berperan sebagai pemantau potensi dan preferensi tiap-tiap individu. Institusi pendidikan di masa depan dituntut untuk menghargai keunikan indivu serta mengembangkan iklim yang kondusif bagi pembentukan konsep diri yang positif.

Pemuliaan terhadap ragam intelegensia dan pengembangan konsep diri yang positif ini bisa mendorong lahirnya manusia unggul di segala bidang dengan merit dan karakter tangguh. Manusia yang memiliki keunggulan khas, dapat diandalkan, dan memiliki ketahanan dalam kesulitan dan persaingan.

Berkaca dari sejarah sejak Indonesia merdeka, berbagai kebijakan pendidikan telah dibuat, berbagai kurikulum telah dicoba, jika ditelisik lebih mendalam, muara dari tujuan pendidikan nasional dalam garis besarnya sudah terang benderang: mendidik manusia merdeka, meningkatkan kapabilitas dan kemandirian individu, dan melahirkan manusia beradab

Sayangnya, dalam menerapkannya, proses untuk mencapai tujuan tersebut tidak seperti membalik telapak tangan. Menghadapi kerumitan persoalan pendidikan, beberapa kalangan mencoba memilih skala prioritas: mana yang sebaiknya didahulukan dan mana yang dikemudiankan. Kemudian, mengalokasikan dana pendidikan secara tepat sasaran untuk mencapai hasil yang maksimal.

Meningkatkan Kualitas SDM

Sudah menjadi kesepakatan bersama bahwa sumber daya manusia (SDM) unggul menjadi kebutuhan bangsa di masa depan. Pembangunan SDM unggul, berdaya saing, serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi bisa diwujudkan melalui pendidikan dan penelitian berkualitas. Investasi pembangunan masa depan ini memerlukan komitmen bersama untuk mewujudkan, termasuk melalui peran strategis institusi pendidikan tinggi.

Halaman:

Editor: Anshori


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah