Drama Spektakuler 'Amad Rahmanyang' Memukau Penonton di Pekan Kebudayaan Aceh

- 11 November 2023, 15:46 WIB
Teater Grup seni sanggar Ikatan Pemuda Pelajar dan Mahasiswa Kuta Cot Glie (IPPERMATA) yang menampilkan atraksi teaterikal Amad Rahmanyang di anjungan Aceh Besar, Sabtu (11/11/2023).
Teater Grup seni sanggar Ikatan Pemuda Pelajar dan Mahasiswa Kuta Cot Glie (IPPERMATA) yang menampilkan atraksi teaterikal Amad Rahmanyang di anjungan Aceh Besar, Sabtu (11/11/2023). /Pemkab Aceh Besar/

Kilasaceh.com - Sanggar Seni Ikatan Pemuda Pelajar dan Mahasiswa Kuta Cot Glie (IPPERMATA) Jaya sukses menyita perhatian pengunjung Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) ke-8 dengan pertunjukan teaterikal epik "Amad Rahmanyang". Cerita rakyat yang berasal dari Krueng Raya, Kecamatan Masjid Raya, Kabupaten Aceh Besar ini tidak hanya menawarkan hiburan berkualitas tetapi juga memberikan pesan moral yang mendalam kepada penonton. Sabtu, 11 November 2023.

Dalam kisah yang hampir sebanding dengan legenda Malin Kundang di Padang, Sumatera Barat, "Amad Rahmanyang" mengisahkan tentang seorang pemuda yang meninggalkan ibunya untuk merantau. Cerita ini mencoba menggambarkan kepedihan seorang ibu, Mak Minah, yang kehilangan anak semata wayangnya, Amad Rahmayang. Kepergian Amad Rahmayang yang terjadi di senja usia Mak Minah menjadi luka yang tak terobati.

Pertunjukan yang dipentaskan di anjungan Aceh Besar, di Komplek Taman Ratu Safiatuddin, Banda Aceh, berhasil membuat penonton terbawa suasana. Sanggar binaan Kang Awier dengan detail menceritakan bagaimana hati Mak Minah hancur lebur karena ditinggal merantau oleh anaknya. Bahkan, hingga menjelang tengah malam, Mak Minah masih terbaring sedih di depan gubuknya yang reyot, tidak bisa melupakan kepergian Amad Rahmayang.

Jika kisah Malin Kundang menyisakan jejak berupa batu di Pantai Air Manis, Kota Padang, maka Amad Rahmayang meninggalkan jejak berupa Gle Kapai di kawasan pantai Leuen Lhok, Kabupaten Aceh Besar. Sekitar satu kilometer dari bibir pantai, terdapat karang besar yang diyakini sebagai kapal Amad Rahmayang. Kapal ini bersama seluruh isinya, termasuk Amad Rahmayang, konon berubah menjadi batu.

Meskipun terik matahari terus menyinari anjungan Aceh Besar, pengunjung PKA terlihat tak bergeming, terpukau oleh pertunjukan yang memukau. Ketua Pertunjukan Seni Panggung Anjungan Aceh Besar, Mariadi ST MT, yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Kesenian Aceh (DKA) Aceh Besar, memberikan apresiasi tinggi pada sanggar seni yang tampil.

Mariadi menegaskan bahwa pertunjukan seni bukan hanya tentang hiburan semata, tetapi juga sebagai sarana untuk menyampaikan pesan moral kepada masyarakat. "Mereka yang tampil tak hanya menghibur, tapi juga memberikan pesan moral kepada masyarakat sekaligus menunjukkan bukti keberagaman seni budaya Aceh," ujarnya.

Pentas seni di anjungan Aceh Besar memang menjadi sorotan PKA tahun ini. Sebanyak 50 sanggar seni turut meramaikan panggung anjungan, membawa keberagaman seni budaya Aceh. Mariadi menekankan pentingnya melestarikan seni budaya melalui panggung-panggung rakyat. "Jika tidak ditampilkan, masyarakat juga tidak tahu tentang seni budaya yang kita miliki," katanya.

Pada kesempatan tersebut, Mariadi juga menyampaikan informasi mengenai pentingnya melestarikan seni budaya Aceh Besar. Dia menyoroti bahwa banyak masyarakat yang belum mengetahui bahwa tarian Pulo Aceh, asal dari Aceh Besar, telah diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB). Salah satu contohnya adalah tarian Likok Pulo.

"Tari Likok Pulo salah satu tarian yang sudah diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) milik Aceh Besar," ungkap Mariadi. Dia juga menambahkan bahwa selain Likok Pulo, banyak seni budaya dan tradisi masyarakat Aceh Besar yang telah diakui oleh UNESCO sebagai warisan nenek moyang yang harus dijaga dan dilestarikan.

Halaman:

Editor: Syaiful Anshori


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah