Dalam upaya penyelidikan dan pengungkapan kasus ini, polisi menemukan beberapa barang bukti yang menguatkan keterlibatan MA dan jaringannya. Salah satu barang bukti yang signifikan adalah handphone milik MA, sejenis Oppo fipe CPH2477 warna navy, dan handphone milik Anisul Hoque, seorang saksi kunci dalam kasus ini.
Baca Juga: MA, Pengemudi Kapal Penyelundup Rohingya Ditangkap
Menariknya, sebelum kejadian mencapai titik terang, MA bersama rekan seperjalanan AH mencoba melarikan diri dari kelompok warga Rohingya yang lain. Namun, upaya melarikan diri tersebut gagal, karena keduanya akhirnya diamankan oleh warga setempat dan diserahkan ke Kantor Kepolisian Pospol Lampanah. Saat dilakukan pemeriksaan dan penggeledahan, ditemukan handphone tambahan yang menjadi bukti kuat keterlibatan keduanya dalam skema penyelundupan ini.
Kombes Fahmi Irwan Ramli menegaskan bahwa penyelidikan kasus ini masih berlangsung intensif, dan pihak kepolisian tetap membuka peluang untuk menemukan bukti baru yang mungkin melibatkan tersangka lain dalam jaringan penyelundupan ini. Dengan demikian, kasus ini akan terus diusut hingga tuntas.
Koordinator Camp Bangladesh dan Kapten Kapal, Otak di Balik Aksi Ilegal
Dalam mengungkap kasus penyelundupan manusia, Polda Aceh membawa pandangan lain terkait otak di balik aksi ilegal ini. Koordinator utama dari Security Camp Bangladesh dan kapten kapal menjadi sosok kunci dalam menyusun skema penyelundupan yang dilakukan secara terorganisir dan sistematis.
![Para pengungsi Rohingya di Kota Banda Aceh.](https://assets.pikiran-rakyat.com/crop/0x0:0x0/x/photo/2023/12/15/1348847217.jpeg)
Kombes Joko Krisdiyanto mengungkapkan bahwa koordinator utama dan kapten kapal tersebut dituduh mengoordinir penyelundupan warga Bangladesh dan Rohingya ke berbagai destinasi, termasuk Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Proses penyelundupan dilakukan dengan memungut biaya tinggi, berkisar antara 20.000—100.000 taka atau setara Rp3—15 juta per orang.
Setelah berhasil mengumpulkan dana, koordinator dan kapten kapal menggunakan uang tersebut untuk membeli kapal, bahan bakar minyak (BBM), dan persediaan makanan untuk perjalanan melintasi laut. Keuntungan yang diperoleh dari aktivitas ilegal ini kemudian dibagi di antara para pelaku, termasuk koordinator utama yang beroperasi dari Camp Cox's Bazar di Bangladesh.
Salah satu fakta menarik yang diungkapkan Joko Krisdiyanto adalah adanya keterlibatan warga negara Indonesia dalam penyelundupan ini. Mereka membantu mengeluarkan para imigran Rohingya dari tempat penampungan di Aceh dan membawanya menuju Malaysia melalui jalur darat, dengan biaya mencapai Rp5—10 juta per orang.
Dalam konferensi pers, Joko Krisdiyanto menegaskan bahwa sejak Oktober 2015 hingga Desember 2023, Polda Aceh dan polres jajarannya telah menangani tidak kurang dari 23 kasus terkait imigran Rohingya. Dalam rangkaian penegakan hukum ini, 42 orang telah ditetapkan sebagai tersangka, sedangkan 3 orang masuk dalam daftar pencarian orang.